TBC di NTT Membuat Kemenkes Terkejut! Angka Kasus di Bawah 50%, Tapi Ada Kabar Gembira!

Capaian Nasional yang Menggembirakan
Angka penemuan kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia telah mencapai 621.725 kasus hingga minggu pertama Oktober 2025. Angka ini setara dengan 57 persen dari estimasi total 1,09 juta kasus. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyambut baik capaian ini, karena sebelumnya angka 600 ribu sulit tercapai.
Namun, meskipun ada progres signifikan, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Target nasional adalah mencapai 90 persen atau sekitar 900 ribu kasus pada akhir tahun. Untuk pengobatan TBC sensitif obat (SO), tingkat keberhasilannya sudah mencapai 91 persen dari target 95 persen. Sementara itu, pengobatan TBC resisten obat (RO) mencapai 79 persen. Meski cukup bagus, tingkat keberhasilan pengobatan untuk TBC SO hanya 80 persen dan TBC RO masih 58 persen. Targetnya adalah 80 persen. Oleh karena itu, diperlukan penguatan layanan kesehatan, stok obat, serta pemantauan langsung di lapangan.
NTT: Lesu dalam Penemuan Kasus, Tapi Unggul dalam Pengobatan
Di tengah capaian nasional yang menggembirakan, ada satu daerah yang masih menjadi perhatian khusus. Nusa Tenggara Timur (NTT) masih berada di bawah 50 persen dalam penemuan kasus TBC. Ini menjadi lampu merah bagi Kemenkes yang meminta daerah tersebut memperkuat strategi penanggulangan TBC.
Namun, NTT memiliki keunikan tersendiri. Di tengah lesunya penemuan kasus baru, NTT justru memimpin dalam keberhasilan pengobatan TBC RO dengan capaian 86 persen, sama seperti Kalimantan Utara. Ini menunjukkan bahwa meskipun penemuan kasus masih rendah, sistem pengobatan di NTT cukup efektif. Hal ini bisa menjadi harapan untuk meningkatkan capaian penemuan kasus di masa depan.
Integrasi TBC dalam Cek Kesehatan Gratis
Kemenkes tidak diam. Mereka meluncurkan strategi baru yang cerdas dengan mengintegrasikan penanggulangan TBC ke dalam program nasional Cek Kesehatan Gratis (CKG). Skrining TBC kini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan diabetes dan penyakit tidak menular lainnya, baik di fasilitas kesehatan maupun di komunitas.
Pasien yang kontak erat dengan penderita TBC langsung diberi Terapi Pencegahan TBC (TPT) untuk memutus rantai penularan. Kemenkes juga sedang menguji coba "one stop service" di Bandung, Bogor, dan Semarang. Alat diagnosis portabel seperti PlusLife, yang bisa digunakan dengan usap mulut, membuat deteksi TBC pada anak-anak lebih mudah. Ini merupakan terobosan penting dalam upaya mendeteksi dini TBC.
Pentingnya Penggunaan Anggaran yang Efisien
Andi Saguni, Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit, menyoroti pentingnya penggunaan anggaran secara maksimal. Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Operasional Kesehatan (DOk) non-fisik harus digunakan secara optimal. Ia mendesak Bappeda, Inspektorat, dan Dinkes daerah untuk tidak menunda pencairan dana.
Sayangnya, banyak daerah yang belum menggunakan anggaran secara efisien. Hal ini dapat menghambat upaya mempercepat eliminasi TBC di Indonesia. Dengan target eliminasi TBC pada tahun 2030, semua sumber daya harus bekerja keras.
Peran NTT dalam Upaya Eliminasi TBC
NTT harus bergerak lebih cepat dalam penemuan kasus TBC. Namun, dengan keberhasilan pengobatan TBC RO yang impresif, ada harapan besar bahwa daerah ini dapat meningkatkan capaian penemuan kasus. Kemenkes telah memberi jalan, dan kini tinggal bagaimana daerah-daerah lain, termasuk NTT, bergerak.
Dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030.
Gabung dalam percakapan